Bagi H. Raden Doddy Sularso Bangun,
pengusaha Sari Tebu Murni ini, pemberitaan krisis global di media massa, tak membuatnya menjadi panik, apalagi ngoyo. Lelaki berperawakan tinggi besar itu tetap bersemangat dan menjalankan aktivitas bisnisnya seperti biasa, yakni sebagai penjual sari tebu murni. “Krisis keuangan AS, krisis global atau apapun istilah, saya belum merasakan dampaknya tuh. Jadi enjoy aja,” ujar lelaki kelahiran Jambi 1972 silam.
Seperti dituturkan Haji Doddy, begitu ia akrab disapa, sebelumnya, adalah seorang pengusaha kayu di Jambi. Tapi sejak pemerintah sedang galak-galaknya melakukan pengawasan terhadap illegal logging, lama-lama ia berpikir, usahanya ini tak akan memiliki prospek yang bagus di kemudian hari. “Feeling saya, usaha ini tidak bisa untuk jangka panjang. Bahkan saya sempat bingung mau usaha apa? Setiap shalat, saya minta petunjuk Allah agar diberikan jalan terbaik.”
Begitu Doddy keliling Jakarta, saat ia beli seteguk air tebu untuk melepas dahaga, lalu terbetik dalam benaknya: “Wah kalau saya coba usaha sari tebu murni yang banyak ditanam di Jambi dengan kualitas yang sangat baik, saya, pasti sukses. Jika membandingkan tebu Jawa dengan tebu Jambi jelas jauh kualitasnya. Tebu Jawa adalah bahan baku untuk gula, tapi tidak cocok untuk dikonsumsi (minum). Sedangkan tebu Jambi cocok untuk dikonsumsi.”
Pria setengah baya ini lalu banting stir setelah melihat peluang usaha tebu di Jakarta belum dilirik oleh orang lain. Doddy yakin usaha ini bisa berhasil. Dari hasil survey di lapangan, kebanyakan tebu yang dijual di seluruh Jakarta, terutama di pinggir jalan seharga Rp. 2000, selalu menggunakan biang gula agar tambah manis, jadi bukan murni tebu. Kalau tidak pakai biang kata penjualnya tidak untung.
Tebu Jawa yang tidak ada airnya, biasanya ditambah dengan air es supaya banyak, sehingga kadar kemurnian atau sari tebunya menjadi hilang. Bila sudah tak terasa manis, lalu ditambah biang gula. “Saya sudah survey mulai dari Tanah Abang, Mangga Besar dan sekitarnya, semua pakai biang gula.
“Feeling saya, kalau sari tebu murni masuk putus nih. Saya lihat, di Jakarta, belum ada yang menjajakan tebu murni. Jika tebu Jambi saya bawa ke Jakarta, dimana penduduknya padat, cuacanya panas, dan kelasnya menengah, saya yakin usaha ini membawa berkah,” tukasnya.
Sejak itulah, Doddy ingin mengangkat “derajat” tebu dari kesan jorok dan rendah menjadi bersih dan berkelas. Optimis Doddy pun bangkit. Untuk kali pertama, ia keluarkan modal awal sebesar Rp. 50 juta. Dengan uang sebesar itu, ia membuka lima gerai plus mesin perasan tebu, lalu bertambah menjadi 10 gerai, hingga meningkat lagi 17 gerai. Benar saja, feeling bisnisnya menghantarkan kesuksesan.
Di angka ini Doddy pun menyetop dulu penambahan gerai. Ia lalu memfokuskan diri untuk menjalin kemitraan dan membuat izin usaha di Departemen Perdagangan. Setelah maju, ia putar terus modalnya. Dari penambahan modal Rp. 100 juta, ia kini telah memiliki banyak armada dari gerobak, motor hingga mobil. Untuk motor ia sudah memiliki 70 unit motor, 5 unit mobil dan 10 unit gerobak.
Saat ini, jumlah total asset Doddy sudah mencapi milyaran rupiah. “Belum lama ini, saya baru beli lahan baru, termasuk gudang, hingga rumah. Semuanya hasil dari tebu. Bahkan saya bisa pergi haji dari usaha tebu. Padahal usaha saya ini baru tiga tahun berjalan, yakni sejak tahun 2005,” katanya
Dikatakan Doddy, minuman perasan tebu yang ia tawarkan sangat aman dan murni. Dengan berani ia menjamin khasiat tebu perasan sangat bermanfaat bagi kesehatan termasuk jantung, pereda batuk, meredam panas tubuh, mengurangi diabetes dan lainnya. "Sari tebu dari Jambi berbeda dengan gula olahan yang berasal dari tebu Jawa," jelasnya.
Keberhasilan Doddy kemudian menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk mengikuti jejaknya bisnis tebunya. Dengan cerdas, Doddy pun menawarkan usahanya ini sebagai usaha kemitraan. Alhasil, respons yang didapat luar biasa, satu demi satu kontrak perjanjian kerjasama kemitraan ditandatanganinya. Berkantor di Jl. Raya Kabayoran Lama Plaza Permata Ruko No 12 A, satu per satu orang berdatangan untuk menjalin kemitraan dengan Si Raja Tebu itu.
Siapa nyana, usaha minuman kampung dengan brand “Sari Tebu Murni, Rajanya Tebu” ini berkembang hingga ke beberapa wilayah kota besar, seperti wilayah Depok, Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Dejabotabek), termasuk Lampung, Bandung, hingga Semarang. Untuk wilayah dejabotabek saja sudah mencapai 300 lebih gerai. Itu semua berkat dijalinnya sebuah kemitraan. Rencananya Doddy akan memperluas kemitraan di Surabaya dan Batam pada tahun depan.
Salah satu kunci rahasia dari keberhasilan usahanya adalah pasokan tebu yang cukup dari daerah pemasok tebu di Jambi, Sumatra. Menurutnya tebu khusus yang ia gunakan adalah tebu buah bukan tebu yang biasa dipakai dalam pembuatan gula pada umumnya, ukurannya pun lebih besar. "Suplai bahan baku cukup, karena saya punya stok dengan sistem plasma dari petani tebu di Jambi seluas 500 hektar," ujarnya.
Pengembangan usaha tebunya itu, bukan dilakukan dengan system franchise, melainkan kemitraan. Alasan Doddy tidak menggunakan system franchise, karena dalam UU Franchise, diharuskan membayar pajak, sedangkan kemitraan tidak. Tanpa promosi, hanya dari mulut ke mulut, kemitraan pun terjalin. Dody berpikir, kenapa beli tebu harus mengantri, ada kesan susah sekali untuk dapatkan tebu, maka ia ingin seluruh Jakarta, orang mudah untuk mendapatkan tebu.
“Bila masih 300 gerai saja, orang masih susah mencarinya. Saya menargetkan, bila di Jakarta sudah mencapai 1000 gerai, bisa dipastikan sari tebu murni mudah didapatkan di Jakarta. Kalau untuk seluruh Indonesia minimal 4000 gerai. Bila sudah mencapai angka itu, tentu harus membuat lahan baru, agar bahan baku tebu tetap tersedia. Khawatirnya, penambahan gerai yang tidak disesuaikan dengan stok tebu, bisa repot.”
Bagi yang mau bermitra dan mencoba peruntungan dibisnis ini ada beberapa tawaran yang bisa dipilih. Yaitu paket operasional dengan kendaraan motor, dengan membeli perangkat seharga Rp 32,5 juta lengkap dengan peralatan pendukung dan bahan baku sebanyak 50 batang tebu sudah bisa memulai bisnis ini. Itu sudah termasuk mesin pemeras tebu, gerobak, gelas, dan sedotan.
Bagi yang mau mencoba kredit, pihak ‘Raja Tebu’ ini menawarkan paket kredit motor operasional dengan uang muka Rp 10,5 juta, kredit selama 3 tahun dengan cicilan per bulan Rp 700 ribu lebih. Sedangkan untuk gerai ditawarkan Rp 16,5 juta, untuk gerai khusus di mall ditawarkan Rp 20 juta. Dalam kemitraan ini si mitra wajib membeli bahan baku dari Raja tebu. Peralatan yang dibeli khususnya mesin hanya sebatas hak pakai.
"Dikatakan pelanggaran berat bila si mitra membeli tebu ke orang lain. Mesin sebagai hak pakai saja, kecuali motor akan menjadi milik mitra, selagi tidak ada pelanggaran kemitraan terus berlanjut," paparnya.
Doddy menjelaskan bahwa segmen pasar yang ia incar adalah menengah keatas, sehingga faktor kebersihan operasional gerai menjadi kunci utama. Maklum harga yang ia tawarkan setiap gelasnya terbilang cukup mahal yaitu Rp 4.000 sampai Rp 8.000 per gelas tebu perasan.
Doddy merinci jika mitra mampu menjual minimal 50 gelas per hari dalam setiap gerai maka keuntungan bersih yang bisa diraup perbulannya bisa mencapai Rp 1,5 juta, sedangkan jika 100 gelas lebih per hari keuntungannya bisa mencapai Rp 3,5 juta sampai Rp 4 juta. Untuk harga tebu, Doddy menjual khusus diantar Rp 7.500 per batang dengan panjang 3 meter, jika membeli sendiri dijual Rp 6.500. "Satu batang bisa menghasilkan 7 gelas minimal," imbuhnya.
Ia mengaku permintaan tebu perharinya bisa mencapai 2000 batang yang disuplai dari Jambi untuk kebutuhan mitra. Itulah sebabnya, setiap hari Doddy harus mengangkut banyak tebu dari Jambi ke Jakarta dengan menggunakan truk.
Kini, Sari Murni Tebu Si Raja Tebu ini mulai digemari sebagai minuman ringan. Minuman tebu yang semula hanya ada di kawasan perkebunan tebu di Jawa dan Sumatra kini sudah mulai banyak ditemui penjual dipinggir jalan. “Usaha kampung pun naik daun. Siapa sangka, kemitraan 'Sari Tebu Murni Raja Tebu' ini mendulang untung besar dan sukses di tengah krisis.
sumber : http://sabili.co.id/index.php/20081101132/Tijarah/Mendulang-Untung-di-saat-Krisis.htm